Skip to main content

SHREE KRISHNA

DEWA SHREE KRISHNA




Bathara Kresna, Sri Kresna, Vasudev Khrisna, Awatara Khrisna, Madawa, adalah awatara (penjelmaan, inkarnasi) kedelapan dari 10 awatara dari Dewa Vishnu (Sang Dewa Pemelihara Alam). Kesepuluh awatara lain adalah Matsya Awatara (Sang Ikan), Kurma Awatara (Sang Kura-Kura), Waraha Awatara (Sang Babi Hutan), Narasimha Awatara (Narasinga: Sang Manusia Berkepala Singa),Wamana Awatara (Sang Brahman), Parasurama Awatara (Ramaparasu: Sang Ksatria Berkapak), Rama Awatara (Prabu Ramawijaya: Sang Ksatria Pemanah. Dikisahkan lebih banyak di kasastran Ramayana), Khrisna Awatara (Sang Gembala: Dikisahkan pula di kasastran Mahabharata dan Bhagavadgita), Buddha Awatara (Pangeran Sidharta Gautama: Sang Buddha), dan yang terakhir Kalki Awatara (Sang Pemusnah: Inkarnasi ini dipercaya akan muncul di akhir zaman).


Khrisna adalah anak ke delapan dari pasangan dari Prabu Basudewa (Vasudev) dan Puteri Dewaki. Sering juga dikisahkan beliau adalah anak ketiga dari pasangan tersebut. Tersebutlah Prabu Basudewa dan Dewaki harus menghabiskan masa di tahanan, karena diramalkan putera-nya akan membunuh pamannya sendiri, Prabu Kangsa (Raja Kamsa). Untuk menghindari ramalan tersebut, Prabu Kangsa pun mengurung Basudewa dan Dewaki dan membunuh setiap anak yang terlahir dari pasangan tersebut. Seketika sampai pada putera ke tujuhnya, putera ketujuh tersebut menghilang dan tidak sempat dibunuh. Begitu pula pada putera ke delapannya, Prabu Basudewa memilih untuk mengeluarkannya secara sembunyi-sembunyi. Kisah lain ada yang menyebutkan bahwa saat masih bayi, Khrisna keluar sendiri dari penjara bersama dua saudaranya. Kisah lain pun ada yang menyebut, bahwa 3 putera terakhir Prabu Basudewa dikirim secara ajaib ke rahim Yasoda di Vrindavana. Putera-putera Prabu Basudewa tersebut selanjutnya kita kenal dengan Balaram, Khrisna, dan Subadhra (Prabu Baladewa, Sri Kresna, dan Dewi Subad.

Vasudev Khrisna dapat dengan cepat dikenali dengan hiasan bulu merak dan jubah kuning yang dikenakannya, beliau selalu membawa seruling, dan sering digambarkan mempunyai kulit berwarna biru tua (beberapa negara lain menggambarkannya memiliki kulit berwarna hitam). Biru tua selalu melambangkan ketidakterbatasan, mengambil dari warna kedalaman laut dan langit. Masa kecilnya dihabiskan di sebuah kota yang dikenal dengan nama Vrindhavana. Dan di situ pula, Raja Kangsa masih sering berupaya membunuhnya. Beberapa iblis sempat dikirim adalah Putana (Iblis Wanita), Kesi (Iblis Kuda), dan Agasura (Iblis Ular). Khrisna juga menjinakkan Naga Kaliya yang sempat meracuni sungai Yamuna. Atas pertolongan Khrisna pula, dengan membuat jejak kaki di kepala Kaliya, Garuda (musuh para naga) tak berani menganggu Naga Kaliya.

Kisah kepahlawanan masa kecilnya pun dikisahkan pula saat beliau mengangkat bukit Govardhana untuk melindungi rakyat Vrindavana dari amukan Dewa Indra (Indra Dev, Bhagawan Indra, Dewa Perang yang menguasai hujan). Di saat pemujaan rakyat Vrindavana pada Dewa Indra mulai melebihi batas dan menjadikan Dewa Indra sombong, Khrisna menyarankan untuk menghentikannya dan lebih memilih bersyukur dengan menjaga kelestarian alam, bukan membuat persembahan yang menghabiskan sumber daya alam. Dewa Indra pun marah dan berniat menghancurkan Vrindavana, namun Khrisna berhasil mengalahkannya  dan menyadarkannya.

Setelah dewasa, Khrisna menetap di Mathura (Madura), setelah mengalahkan Raja Kamsa. Namun pembalasan dendam dan terror dari Jarasanda, putera Kangsa, kepada para Yadavas (Yadawa, rakyat pengikut Khrisna, rakyat penggembala) membuatnya memilih melarikan diri dan mendirikan kerajaan baru, Dwaraka (Dwarawati, saat ini adalah wilayah Gujarat). Di sana beliau menjadi raja bersama Balaram dan Subadhra sebagai pendampingnya, dan mulai ikut turun dalam Mahabharata.

Vasudev Khrisna adalah kakak ipar dari Arjuna Putera Pandhu, yang memperistri Subadhra. Beliau juga merupakan ahli strategi dan juru damai dari pihak Pandava (Pandhawa) kepada pihak Korawa (Kurawa). Beliau juga memiliki kedudukan yang sangat dihormati di Indraphrasta (Negeri Berkat Indra: Amarta) yang didirikan dan dipimpin oleh Yudhistira Putera Pandu (Prabu Puntadewa) dan adik-adiknya. Dalam suatu kesempatan, dikisahkan bahwa sepupu dari Khrisna, Pangeran Sishupala, menghadiri Rajsuya Yajna (ritual memerdekakan diri) dari Indraphrasta. Di tengah acara tersebut, Sishupala mengejek dan memperolok-olok Khrisna, dan para Pandawa di muka umum. Karena sumpahnya yang akan mengampuni 100 keburukan Sishupala, Khrisna hanya diam dan tak berbuat apa-apa, namun setelah Sishupala mengejeknya lebih dari 100 kali, Khrisna segera mengeluarkan cakra dan memenggal kepala Sishupala.

Selain berjasa atas merdekanya Indraphrasta, Khrisna juga beberapa kali membawa pesan perdamaian kepada Korawa sebelum Bharatayuda, namun selalu ditolak oleh Duryodhana (Pangeran Duryudana, Putera Mahkota Hastinapura (Astina), Raja Indraphrasta (setelah merebutnya dari Yudhistira lewat permainan judi dadu). Sebelum Bharatayuda pecah pun, Khrisna sempat menyuruh Pandawa dan Korawa memilih dirinya yang tanpa senjata atau seluruh pasukan yang dipimpinnya untuk menjadi sekutu. Arjuna pun memilih Khrisna ada di pihaknya walaupun Khrisna tidak bertarung sama sekali, dan hanya menjadi kusir kereta Arjuna.

Peranan di Bharatayuda sebagai ahli strategi pun tidak bisa diacuhkan. Pada suatu kesempatan, beliau bahkan sempat melepas roda dari kereta kudanya dan hendak melemparkannya ke leher Bhisma Devavrat (Dewabhrata Bisma, kakek Arjuna), karena selama perang, baik Arjuna dan Bisma tidak serius dan terkesan setengah hati. Namun hal itu dihentikan Arjuna, dan Khrisna tidak berbuat apa-apa. Khrisna pula yang pada akhirnya, menyarankan Pandawa untuk bertamu ke tenda Bisma dan menanyakan kelemahannya. Setelah Bisma roboh, dan Korawa mengangkat Mahaguru Drona (Resi Durna) sebagai panglima perang, Khrisna pula yang menyuruh Vrikodar Bheem (Bima Putera Pandhu, Werkudara) untuk membunuh gajah perang bernama Aswatama. Berita kematian Aswatama sang Gajah, diberitakan sedemikian heboh di Kurukhsetra, sehingga membuat Drona berpikir, bahwa Aswatama anaknya lah yang mati. Pada saat itulah Drestadyumna (Putera Mahkota Kerajaan Drupada, kakak dari Dropadi (Panchali, Drupadi) dan Shikandini (Srikandi) berhasil memenggal kepala Drona, sesuai dengan sumpah raja Drupada.

Kekalahan Prabu Salya (kakak dari Puteri Madri, istri Pandhu dan paman dari Nakul dan Sadhev (Nakula Putera Pandu dan Sadewa Putera Pandu), pun disebabkan oleh Khrisna. Khrisna yang menyarankan Yudhistira untuk maju perang melawan Prabu Salya yang menguasai Chandrabhirawa (seorang raksasa kerdil, yang apabila di lukai akan menjelma menjadi dua. Ada juga versi yang menyebut bahwa itu adalah sebuah ajian kebal). Chandrabhirawa yang tak berkenan ke orang suci pun mendadak kalah, dan dengan segera Yudhistira melemparkan Kalimahosadda (Jamus Kalimusada, sebuah kitab yang merupakan senjata dari Pandhawa) ke arah Salya, kitab tersebut segera berubah jadi tombak dan menghujam dada Salya. Pada kesempatan lain, kekalahan dari Duryodana putera Dretharastha pun disebabkan oleh Khrisna. Setelah kehabisan panglima perang, Duryodana berniat maju sendiri di pertempuran terakhir. Duryodana pun meminta berkah pada Dewi Gendhari (Gandhari, adik dari Sangkuni), ibunya. Disyaratkan oleh Gendhari bahwa Duryodana harus menemuinya dalam keadaan telanjang, namun Khrisna mengolok-oloknya saat melihat Duryodana telanjang, sehingga dia menutupi pangkal pahanya dan menemui ibunya. Gendhari pun membuka matanya, dan terkejutlah dia karena Duryodana tidak telanjang. Dia lantas berkata bahwa seluruh tubuh Duryodana akan kebal, namun tidak dengan pangkal pahanya. Pada akhirnya, Duryodana pun tumbang dalam perang gada melawan Bima, karena dihantam pada pangkal pahanya.


Pasca perang Bharatayuda, Dewi Gendhari sempat mengutuk Khrisna karena membiarkan Bharatayuda terjadi. Disebutkannya, Bharatayuda tidak membawa damai dan ketentraman karena pada akhirnya hanya menyisakan Pandawa yang sudah tua dan cucunya, Parikesit (Putera Abimanyu, cucu Arjuna). Dia mengutuk bahwa Yadawa dan Dwaraka akan mengalami hal yang sama dan akan runtuh. Hingga pada suatu kesempatan, para laki-laki Yadawa mendandani Pangeran Samba (Putera Khrisna) dengan dandanan wanita hamil, dan menyuruh para resi untuk meramal jenis kelamin dari jabang bayi tersebut. Sang Resi pun merasa dihina dan mengutuk bahwa Pangeran Samba akan melahirkan sebuah gada yang akan membunuh mereka semua. Para Yadava pun menghancurkan dan menumbuk gada tersebut jadi bubuk dan membuangnya di laut, namun serbuk itu kembali ke pantai, dan tumbuhlah logam-logam panjang di tepi pantai.

Beberapa bulan kemudian, Setyaki dan Kertamarma yang sedang ada di pantai tersebut terlibat olok-olokan tentang Bharatayuda. Mereka akhirnya malah berperang dan melibatkan seluruh Dwaraka, mereka mengambil logam-logam di pantai dan saling bunuh, tidak ada yang selamat. Baladewa yang datang ke tempat kejadian segera melaporkan musnahnya dinasti Yadawa pada Khrisna, Khrisna lantas menyuruh pelayannya untuk menyampaikan berita tersebut ke Pandawa, dan beliau ikut Baladewa ke dalam hutan. Baladewa duduk dengan posisi yoga, dan dari mulutnya mengeluarkan asap putih menuju samudera, Baladewa telah mengakhiri hidupnya. Khrisna pun mengambil posisi yoga dan duduk. Seorang pemanah benama Jara yang sedang lewat di sana, melihat ada seekor rusa emas dan memanahnya, ternyata yang dipanah adalah Khrisna, sehingga wafatlah beliau.

Beberapa versi menyebut bahwa Jara adalah istilah lain yang mempunyai makna usia tua. Sehingga bisa diartikan Sri Khrisna wafat karena usia tua. Sedang kisah lain menyebut, hal itu adalah karma dari kehidupan sebelumnya, yaitu Prabu Ramawijaya, yang pernah memanah Resi Subali. Sehingga beliau pun wafat dipanah. Seminggu setelah kematian Sri Khrisna, Tsunami melanda Dwaraka dan menenggelamkannya ke laut.




Comments

Popular posts from this blog

DEWA-DEWI DALAM AGAMA BUDHA

Dewa Dan Dewi Buddha Sam Cun Tay Hud atau Sam Po Hut adalah Tri Buddha yang juga dikenal dengan sebutan Tri Kaya, Tri Loka dan Tri Ratna (Tiga Mestika). Mereka terdiri dari: Buddha Sakyamuni (Se Cia Mo Ni Fo), Buddha Bhaisajyaguru (Yao Shi Fo) & Buddha Amitabha (Amitofo). Buddha Sakyamuni  (623 - 543 SM). Buddha Bhaisajyaguru  (Buddha Guru Pengobatan. Buddha Amitabha  (O Mi To Hud). Mi Le Fo / Maitreya   Ti Cang Wang Pu Sa – Ksitigarbha. Dewi  Kwan Im Seribu Tangan Da Shi Zhi Phu Sa / Mahasthamaprapta Bodhisattva . Tat Mo Coo Su  .Tat Mo Coo Su Tai Shang Lao Jun . Jiu Tian Xian Nu . Er Lang Shen / Thian Kou . Cay Sin Ya . Hok Tek Cing Sin . Ba Xian / Delapan Dewa . Zhongli Quan. Zhang Guolao. Lu Dongbin. Li Tieguai. Cao Guojiu. Lan Caihe. Han Xiangzi. He Xiangu. Se Mien Fo /  Maha Brahma Sahampati  . Dewa Dapur / Chauw Kun Kong . Vidyaraja...

Tat Mo Co Su

Damo Zushi (Tat Mo Co Su) Damo Zushi (Tat Mo Co Su) adalah pendiri aliran Chan  (Zhen), di Tiongkok, nama awalnya  adalah BodhiDharma.  Beliau memasuki Tiongkok pada zaman enam dinasti (386- 589) pertama kali tinggal di Jianye, kemudian memasuki  Louyang dan tinggal di biara Shaolin, di pegunungan Song shan. Bodhidharma atau Damo, lahir di India selatan, termasuk  suku Brahma, setelah menjadi pendeta ia dengan tekun  mendalami aliran Mahayana.  Pada tahun 520 ia  meninggalkan India dan pergi ke Tiongkok, setiba di  Guangzhaou ia berjalan sampai ke negeri Wei, dan  mengunjungi biara Shaolin di pegunungan Songshan. Di  biara itu ia memperdalam ilmu meditasi aliran Chan dan mengajar pendeta disitu. Ilmu meditasi ini kemudian menjadi cikal bakal tenaga dalam Shaolin yang terkenal. Dibiara ini Tat Mo Co Su menunggu murid pertamanya yaitu Huike yang kemudian menjadi ...

Hanuman

Hanuman Pada suatu saat Batara Guru sedang terbang melalang di atas Telaga Nirmala, ia menyaksikan seorang wanita muda sedang melakukan tapa kungkum. Melihat tubuh wanita muda itu, Dewi Anjani namanya, Batara Guru tidak dapat menahan birahinya dan jatuhlah kama benihnya, menimpa sehelai daun asam muda yang mengapung di permukaan telaga. Daun asam muda yang oleh orang Jawa disebut sinom itu hanyut terbawa arus dan akhirnya tertelan oleh Dewi Anjani. Seketika itu juga Dewi Anjani hamil. Karena merasa tidak pernah disentuh pria, segera Anjani menuntut Batara Guru untuk bertanggung jawab atas kehamilannya. Ternyata pemuka dewa itu tidak mengelakkan tanggung jawab. Ia mengakui bayi yang berada dalam kandungan Anjani sebagai anaknya, dan memerintahkan para bidadari menolong kelahirannya. Bayi itu kemudian diberi nama Anoman. Kelahiran Anoman ditandai dengan gara-gara yang melanda dunia. Gunung-gunung meletus, badai dan air bah terjadi di mana-mana. Para dewa segera meng...