DEWA SHREE KRISHNA
Bathara Kresna, Sri Kresna, Vasudev
Khrisna, Awatara Khrisna, Madawa, adalah awatara (penjelmaan, inkarnasi)
kedelapan dari 10 awatara dari Dewa Vishnu (Sang Dewa Pemelihara Alam).
Kesepuluh awatara lain adalah Matsya Awatara (Sang Ikan), Kurma Awatara (Sang
Kura-Kura), Waraha Awatara (Sang Babi Hutan), Narasimha Awatara (Narasinga:
Sang Manusia Berkepala Singa),Wamana Awatara (Sang Brahman), Parasurama Awatara
(Ramaparasu: Sang Ksatria Berkapak), Rama Awatara (Prabu Ramawijaya: Sang
Ksatria Pemanah. Dikisahkan lebih banyak di kasastran Ramayana), Khrisna
Awatara (Sang Gembala: Dikisahkan pula di kasastran Mahabharata dan
Bhagavadgita), Buddha Awatara (Pangeran Sidharta Gautama: Sang Buddha), dan
yang terakhir Kalki Awatara (Sang Pemusnah: Inkarnasi ini dipercaya akan muncul
di akhir zaman).
Vasudev Khrisna dapat dengan cepat
dikenali dengan hiasan bulu merak dan jubah kuning yang dikenakannya, beliau
selalu membawa seruling, dan sering digambarkan mempunyai kulit berwarna biru
tua (beberapa negara lain menggambarkannya memiliki kulit berwarna hitam). Biru
tua selalu melambangkan ketidakterbatasan, mengambil dari warna kedalaman laut
dan langit. Masa kecilnya dihabiskan di sebuah kota yang dikenal dengan nama
Vrindhavana. Dan di situ pula, Raja Kangsa masih sering berupaya membunuhnya.
Beberapa iblis sempat dikirim adalah Putana (Iblis Wanita), Kesi (Iblis Kuda),
dan Agasura (Iblis Ular). Khrisna juga menjinakkan Naga Kaliya yang sempat
meracuni sungai Yamuna. Atas pertolongan Khrisna pula, dengan membuat jejak
kaki di kepala Kaliya, Garuda (musuh para naga) tak berani menganggu Naga
Kaliya.
Kisah kepahlawanan masa kecilnya pun dikisahkan
pula saat beliau mengangkat bukit Govardhana untuk melindungi rakyat Vrindavana
dari amukan Dewa Indra (Indra Dev, Bhagawan Indra, Dewa Perang yang menguasai
hujan). Di saat pemujaan rakyat Vrindavana pada Dewa Indra mulai melebihi batas
dan menjadikan Dewa Indra sombong, Khrisna menyarankan untuk menghentikannya
dan lebih memilih bersyukur dengan menjaga kelestarian alam, bukan membuat
persembahan yang menghabiskan sumber daya alam. Dewa Indra pun marah dan
berniat menghancurkan Vrindavana, namun Khrisna berhasil mengalahkannya dan menyadarkannya.
Setelah dewasa, Khrisna menetap di
Mathura (Madura), setelah mengalahkan Raja Kamsa. Namun pembalasan dendam dan
terror dari Jarasanda, putera Kangsa, kepada para Yadavas (Yadawa, rakyat
pengikut Khrisna, rakyat penggembala) membuatnya memilih melarikan diri dan
mendirikan kerajaan baru, Dwaraka (Dwarawati, saat ini adalah wilayah Gujarat).
Di sana beliau menjadi raja bersama Balaram dan Subadhra sebagai pendampingnya,
dan mulai ikut turun dalam Mahabharata.
Vasudev Khrisna adalah kakak ipar dari
Arjuna Putera Pandhu, yang memperistri Subadhra. Beliau juga merupakan ahli
strategi dan juru damai dari pihak Pandava (Pandhawa) kepada pihak Korawa
(Kurawa). Beliau juga memiliki kedudukan yang sangat dihormati di Indraphrasta
(Negeri Berkat Indra: Amarta) yang didirikan dan dipimpin oleh Yudhistira
Putera Pandu (Prabu Puntadewa) dan adik-adiknya. Dalam suatu kesempatan,
dikisahkan bahwa sepupu dari Khrisna, Pangeran Sishupala, menghadiri Rajsuya
Yajna (ritual memerdekakan diri) dari Indraphrasta. Di tengah acara tersebut,
Sishupala mengejek dan memperolok-olok Khrisna, dan para Pandawa di muka umum.
Karena sumpahnya yang akan mengampuni 100 keburukan Sishupala, Khrisna hanya
diam dan tak berbuat apa-apa, namun setelah Sishupala mengejeknya lebih dari
100 kali, Khrisna segera mengeluarkan cakra dan memenggal kepala Sishupala.
Selain berjasa atas merdekanya
Indraphrasta, Khrisna juga beberapa kali membawa pesan perdamaian kepada Korawa
sebelum Bharatayuda, namun selalu ditolak oleh Duryodhana (Pangeran Duryudana,
Putera Mahkota Hastinapura (Astina), Raja Indraphrasta (setelah merebutnya dari
Yudhistira lewat permainan judi dadu). Sebelum Bharatayuda pecah pun, Khrisna
sempat menyuruh Pandawa dan Korawa memilih dirinya yang tanpa senjata atau
seluruh pasukan yang dipimpinnya untuk menjadi sekutu. Arjuna pun memilih
Khrisna ada di pihaknya walaupun Khrisna tidak bertarung sama sekali, dan hanya
menjadi kusir kereta Arjuna.
Peranan di Bharatayuda sebagai ahli
strategi pun tidak bisa diacuhkan. Pada suatu kesempatan, beliau bahkan sempat
melepas roda dari kereta kudanya dan hendak melemparkannya ke leher Bhisma
Devavrat (Dewabhrata Bisma, kakek Arjuna), karena selama perang, baik Arjuna
dan Bisma tidak serius dan terkesan setengah hati. Namun hal itu dihentikan
Arjuna, dan Khrisna tidak berbuat apa-apa. Khrisna pula yang pada akhirnya,
menyarankan Pandawa untuk bertamu ke tenda Bisma dan menanyakan kelemahannya.
Setelah Bisma roboh, dan Korawa mengangkat Mahaguru Drona (Resi Durna) sebagai
panglima perang, Khrisna pula yang menyuruh Vrikodar Bheem (Bima Putera Pandhu,
Werkudara) untuk membunuh gajah perang bernama Aswatama. Berita kematian
Aswatama sang Gajah, diberitakan sedemikian heboh di Kurukhsetra, sehingga
membuat Drona berpikir, bahwa Aswatama anaknya lah yang mati. Pada saat itulah
Drestadyumna (Putera Mahkota Kerajaan Drupada, kakak dari Dropadi (Panchali,
Drupadi) dan Shikandini (Srikandi) berhasil memenggal kepala Drona, sesuai
dengan sumpah raja Drupada.
Kekalahan Prabu Salya (kakak dari Puteri
Madri, istri Pandhu dan paman dari Nakul dan Sadhev (Nakula Putera Pandu dan
Sadewa Putera Pandu), pun disebabkan oleh Khrisna. Khrisna yang menyarankan
Yudhistira untuk maju perang melawan Prabu Salya yang menguasai Chandrabhirawa
(seorang raksasa kerdil, yang apabila di lukai akan menjelma menjadi dua. Ada
juga versi yang menyebut bahwa itu adalah sebuah ajian kebal). Chandrabhirawa
yang tak berkenan ke orang suci pun mendadak kalah, dan dengan segera
Yudhistira melemparkan Kalimahosadda (Jamus Kalimusada, sebuah kitab yang
merupakan senjata dari Pandhawa) ke arah Salya, kitab tersebut segera berubah
jadi tombak dan menghujam dada Salya. Pada kesempatan lain, kekalahan dari
Duryodana putera Dretharastha pun disebabkan oleh Khrisna. Setelah kehabisan
panglima perang, Duryodana berniat maju sendiri di pertempuran terakhir.
Duryodana pun meminta berkah pada Dewi Gendhari (Gandhari, adik dari Sangkuni),
ibunya. Disyaratkan oleh Gendhari bahwa Duryodana harus menemuinya dalam
keadaan telanjang, namun Khrisna mengolok-oloknya saat melihat Duryodana
telanjang, sehingga dia menutupi pangkal pahanya dan menemui ibunya. Gendhari
pun membuka matanya, dan terkejutlah dia karena Duryodana tidak telanjang. Dia
lantas berkata bahwa seluruh tubuh Duryodana akan kebal, namun tidak dengan
pangkal pahanya. Pada akhirnya, Duryodana pun tumbang dalam perang gada melawan
Bima, karena dihantam pada pangkal pahanya.
Pasca perang Bharatayuda, Dewi Gendhari
sempat mengutuk Khrisna karena membiarkan Bharatayuda terjadi. Disebutkannya,
Bharatayuda tidak membawa damai dan ketentraman karena pada akhirnya hanya
menyisakan Pandawa yang sudah tua dan cucunya, Parikesit (Putera Abimanyu, cucu
Arjuna). Dia mengutuk bahwa Yadawa dan Dwaraka akan mengalami hal yang sama dan
akan runtuh. Hingga pada suatu kesempatan, para laki-laki Yadawa mendandani
Pangeran Samba (Putera Khrisna) dengan dandanan wanita hamil, dan menyuruh para
resi untuk meramal jenis kelamin dari jabang bayi tersebut. Sang Resi pun
merasa dihina dan mengutuk bahwa Pangeran Samba akan melahirkan sebuah gada
yang akan membunuh mereka semua. Para Yadava pun menghancurkan dan menumbuk gada
tersebut jadi bubuk dan membuangnya di laut, namun serbuk itu kembali ke
pantai, dan tumbuhlah logam-logam panjang di tepi pantai.
Beberapa bulan kemudian, Setyaki dan
Kertamarma yang sedang ada di pantai tersebut terlibat olok-olokan tentang
Bharatayuda. Mereka akhirnya malah berperang dan melibatkan seluruh Dwaraka,
mereka mengambil logam-logam di pantai dan saling bunuh, tidak ada yang
selamat. Baladewa yang datang ke tempat kejadian segera melaporkan musnahnya
dinasti Yadawa pada Khrisna, Khrisna lantas menyuruh pelayannya untuk
menyampaikan berita tersebut ke Pandawa, dan beliau ikut Baladewa ke dalam
hutan. Baladewa duduk dengan posisi yoga, dan dari mulutnya mengeluarkan asap
putih menuju samudera, Baladewa telah mengakhiri hidupnya. Khrisna pun
mengambil posisi yoga dan duduk. Seorang pemanah benama Jara yang sedang lewat
di sana, melihat ada seekor rusa emas dan memanahnya, ternyata yang dipanah
adalah Khrisna, sehingga wafatlah beliau.
Beberapa versi menyebut bahwa Jara
adalah istilah lain yang mempunyai makna usia tua. Sehingga bisa diartikan Sri
Khrisna wafat karena usia tua. Sedang kisah lain menyebut, hal itu adalah karma
dari kehidupan sebelumnya, yaitu Prabu Ramawijaya, yang pernah memanah Resi
Subali. Sehingga beliau pun wafat dipanah. Seminggu setelah kematian Sri
Khrisna, Tsunami melanda Dwaraka dan menenggelamkannya ke laut.
Comments
Post a Comment